Kamis, 18 Januari 2018

Resensi Film Dokumenter : JAGAL (The Act Of Killing)


Judul : JAGAL (The Act Of  Killing)
Sutradara : Joshua Oppenheimer, Christine Cynn (co-sutradara), Anonim (co-sutradara)
Durasi : 02 Jam 39 Menit 41 Detik
Produksi : Medan, Sumatra Utara, Indonesia
Tahun : 2012
Sinopsis : Jagal (bahasa inggris:"The Act of Killing") adalah film dokumenter karya sutradara Amerika Serikat Joshua Oppenheimer. Dokumentar ini menyorot bagaimana pelaku pembunuhan anti PKI yang terjadi pada tahun 1965-1996 memproyeksikan dirinya ke dalam sejarah untuk menjustifikasi kekejamannya sebagai perbuatan heroik. Joshua Oppenheimer, Sutradara dari The Act of killing yang mendokumentasikan detail langkah demi langkah kegiatan mereka di lokasi kejadian yang asli, serta menjelaskan mimpi buruk mereka. Sang sutradara mendorong mereka menguraikan pengalaman dan ingatan mereka serta menuliskannya ke dalam naskah film. Maka jadilah film ini. Mereka melakukannya dengan keterus-terangan yang blak-blakan di depan kamera, sembari menari, menyanyi, dan tertawa.
Loglines : Kisah perilaku para pelaku pembunuhan anti PKI yang terjadi pada tahun 1965-1996 yang memproyeksikan dirinya ke dalam sejarah untuk menjustifikasi kekejamannya sebagai perbuatan heroik
Stories : 1965 : Dengan memanfaatkan operasi militer G30S sebagai dalih, Jendral Soeharto menggulingkan Presiden Soekarno. Pendukung Soekarno pendukung komunis, serikat buruh tani,serta cendikiawan dan orang Tionghoa, dituduh terlibat G30S. Dalam satu tahun, dengan bantuan negara Barat, lebih dari satu juta orang “komunis” dibantai. Tentara merekrut paramiliter dan preman untuk melaksanakan pembunuhan. Sejak saat itu mereka berkuasa dan menindas lawan-lawanya.
Background Story : Medan, 1965
Style & Structure : Identifikasi konflik dokumenter, Camera Flow, Close up dan inti cerita, alur peristiwa yang sesuai kenyataan, serta konflik yang mendominasi
Resensi : Dalam film ini, Tokoh utama The Act of Killing adalah Anwar Congo, seorang preman muda di tahun 1960an, yang bekerja sebagai pencatut karcis bioskop di kota Medan. Anwar Congo dulunya adalah seorang preman yang mendapat tugas untuk mencari dan membunuh setiap orang yang diduga ada hubungannya dengan PKI. Anwar dan teman-teman satu komplotannya merupakan para penggemar film Hollywood, yang bergaya seperti James Dean. Selanjunya, disamping Anwar Congo dan teman-temannya. Dalam film "Jagal" ditunjukkan adanya Pemuda Pancasila yang ikut aktif dalam pembunuhan orang-orang komunis. Anwar adalah anggota Pemuda Pancasila. Pemuda Pancasila adalah milisi dengan jutaan anggota (terdiri dari tiga hingga lima juta orang) yang terdiri dari para preman, penjahat kelas teri, dan pemuda sektor informal dan para pemeras atau pemalak. Pemuda Pancasila merupakan hasil dari upaya untuk menciptakan basis massa terorganisir sebagai suatu reaksi melawan organisasi pemuda PKI, yaitu Pemuda Rakyat di tahun 1960an. Pemuda Pancasila secara khusus aktif di Sumatera Utara (Medan dan Aceh) dalam membantai kaum komunis.
Pada bagian berikutnya yang ditayangkan dalam film ini adalah hadirnya pejabat pemerintah yang datang untuk memberi semangat kepada pelaku-pelaku pembunuhan. Seperti Jusuf Kalla, wakil presiden Indonesia. Jusuf Kalla memberikan jawaban terus terang dalam pidato yang di tampilkan dalam film dokumenter ini. Dia menjelaskan dalam pertemuan  dan di hadapan para kader dan pendukung politik Pemuda Pancasila :"Semangat Pemuda Pancasila, beberapa orang sering menuduh mereka sebagai organisasinya preman. Preman adalah orang yang bekerja di luar sistem, bukan di dalam pemerintah. kata Preman berasal dari kata Free men. Bangsa ini butuh Free men. Kalau semua orang bekerja untuk pemerintah maka kita akan menjadi bangsa birokrat. Tidak ada yang selesai. Kita butuh preman untuk menjalankan sesuatu. Preman yang menyelesaikan pekerjaan. Kita butuh preman yang berani mengambil resiko dalam pekerjaan. Gunakan otot. Otot bukan untuk berkelahi, walaupun berkelahi itu kadang diperlukan. (semua tertawa dan bertepuk tangan). Menjelang akhir, film ini berpindah fokus kepada cerita bagaimana andaikan para penjagal ini ditampilkan (atau berakting) menjadi seorang yang hendak dibunuh atau dibantai... terlihat sekali bahwa ternyata biarpun mereka adalah seorang pembunuh, mereka tetaplah manusia biasa, yang juga bila mengingat semua pembantaian yang pernah mereka lakukan sendiri. Dan bagian akhir film ada adegan bidadari-bidari menari lemah gemulai. Adegan ini dapat diartikan bahwa para pelaku pembunuhan itu adalah pahlawan yang di dunia lain akan masuk surga.
Film "Jagal" penuh dengan adegan yang menggambarkan kekejaman, tetapi jalannya seluruh cerita menggambarkan bahwa pembunuan kejam dengan cara yang menakutkan itu bagi para pelaku pembunuhan adalah sesuatu yang harus mereka lakukan dan mereka melakukannya dengan senang. Kesimpulan dari film "Jagal" yaitu suatu film/dokumenter yang berbicara mengenai pengakuan yang terus terang dari pelakunya sendiri tentang pembunuhan kejam orang-orang komunis yang terjadi di Medan dan memperagakan-ulang apa yang mereka lakukan pada tahun 1960an.
Pendapat saya dari film Jagal yaitu bahwa film dokumenter hanyalah satu sudut pandang yang berhasil direkam. Dalam kaitan ini, adalah sudut pandang atau kisah yang diingat dari tokoh yang dipilih sutradara. Andai kata ingatan tokoh yang dipilih dalam film tersebut valid dan benar terjadi, maka detail pembunuhan yang digambarkannya adalah kejahatan dirinya sendiri dan pengakuan yang dilakukannya melalui sebuah film adalah refleksi pribadi para tokoh yang diwawancarai tersebut. Detail kekejaman yang digambarkan tokoh-tokoh dalam film tersebut adalah khas perilaku jahat dari sang pelaku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar