Di suatu hari tanpa sengaja ku mendengar “Ting.. ting.. ting.. ting..” suara alunan musik khas Jawa yang sangat menyejukan hati dan terdengar begitu indah. Tak lama kemudian aku bergegas mencari darimana datangya suara itu, suara itu berasal dari sebuah sanggar musik jawa yang lebih mengejutkan lagi ada sekitar15 orang dan semua pemain dan penyanyi adalah orang- orang berusia lanjut. Kagum satu kata yang ada dalam benakku untuk mereka, mereka mampu melestarikan kesenian daerah di usia mereka saat ini.
Suara alunan gamelan itu mengalahkan suara derasnya hujan diluar sana, suara dari setiap alat musik itu sangatlah terdengar jelas ditelingaku begitupun suara penyanyi yang melantunkan nyanyian khas jawa. Mereka memainkannya dengan sunguh-sungguh tapi disertai gelat tawa yang mendakan kekeluargaan mereka, ini sangat menarik dimana semua anak muda sibuk dengan dunia maya mereka disini dunia nyata itu lebih indah untuk didalami.
Entah kemana semua anak muda jaman sekarang ini, seolah-olah mereka sudah kehilangan nilai berharga bangsa ini yang harusnya mereka pelajari. Seorang sosok yang sangat inspiratif dan patut untuk diteladani, seoarang yang menurut saya sangatlah mempunyai jasa yang tinggi untuk melstarikan kebudayaannya ditengah semua kesibukan yang ada.
Bapak Tomo Tirtomandiro atau yang sering dipanggil Pak Tomo seorang yang menganggap seni adalah sebuah kewajiban yang harus dilestarikan. Berlatar belakang dari keluarga pecinta seni Beliau memiliki niat yang sangat mulia untuk melestarikan kebudyaan yang saat ini sudah jarang dijamah orang. Dengan membuka sanggar “Karawitan” dari mengajak orang-orang yang sudah pandai memaikan beberapa alat serta mengajak warga sekitar untuk mulai belajar Karawitan bersama.
Karawitan sendiri adalah kesenian musik tradisional Jawa yang mengacu pada permainan musik Gamelan. Kesenian Karawitan ini dikemas dengan alunan instrument dn vokal yang indah sehingga enak untuk didengar dan dinikmati. Kesenian Karawitan merupakan kesenian klasik yang sangat terkenal di masyarakat Jawa dan Indonesia sebagai salah satu warisan seni dan budaya yang kaya akan nilai historis dan filosofis.
Sejak 1985 beliau mulai membuka sanggar Karawitan, dengan berjalannya waktu pasang surut suatu kegiatan itu pasti ada dikarenakan berbagai hambatan dan kesibukan masing-masing. Tetapi itu tidak membuat Pak Tomo jerah dengan niatnya ini untuk melastirikan kesinian ini supaya tidak diakui oleh Negara lain. “Saya harus menjaga kelestarian seni budaya, jangan sampai kesenian kita ini hilang diakui oleh negara lain dengan sewu cara seribu jalan yang kita tempuh kesenian kita tidak punah dan tidak di rebut” itu yang disampaikan oleh Pak Tomo tentang kegigihannya.
Ketertarikan anak muda yang mempelajari kesenian karawitan yang ada di sanggar Pak Tomo pernah ada tetapi mereka cepat merasakan bosan jadi untuk kalangan anak muda mulai pasif lagi. Anusias anak muda di daerah sendiri kalah dengan antusias orang-orang asing yang datang dan melihat. Mereka bahkan ingin mempelajarinya dengan sungguh-sungguh kesinian Karawitan ini.
“Kalau bukan kita-kita trus lalu siapa yang melanjutkan sejarah dari orang tua (melestariakan Budaya)” salah satu petikan kata-kata beliau yang masih saya ingat, benar kata beliau kalau bukan kita siapa lagi iya kalau dari diri sendiri nggak gerak nggak akan ada yang jalan dan semua mimpi hanya jadi mimpi tanpa ada usaha untuk mewujudkannya. Sama saja dengan harapan ingin melestarikan kesenian daerah sendiri tapi tanpa adanya gerakan dari individu masing-masing pati kesenin itu sudah hilang dan mungkin diakui Negara lain.
Orang-orang yang memainkan karawitan ini harus benar-benar mengerti apa isi dalam apa yang dia maninkan, memainkan gamelan tidak boleh dengan asal-asalan. Pak Tomo mengatakan bahwa menabuh gamelan bisa disebut dengan wiyogo atau yang lebih kita kenal dengan yoga, karena ini dilakukan harus dengan hati yang tenang jiwa dan pikiran yang tenang sehingga kita bisa benar-benar serius memainkannya.
Untuk alat-alatnya sendiri Pak Tomo menggunakan satu set Gamelan yang terdiri dari Rebab, Gender, Gambang, Siter, Kendhang, Suling, Bonang, Slenthem, Saron, Ketuk dan Kempyang, Kenong, Kempul, Gong Suwukan, Gong Besar/Ageng, Kemanak, Kecer. Alat-alat tersebut disiapkan dengan modal pribadi dengan semangatnya untuk melesatrikan kesenian ini dengan pamrih hanya untuk mengajak masyarakat sekitar belajar menghargikesenian daerah kita. Memang mulai harapan beliau ini dengan semangat yang luar biasa, semangat yang harusnya dicontoh oleh para pemuda tapi apa daya perubahan jaman sudah sangat mengubah generasi muda saat ini menjadi generasi yang meninggalkan budayanya sendiri dan membanggakan budaya orang lain.
Sungguh miris nasib kesenian dan kebudayaan Indonesia saat ini, semua orang sudah tidak dianggap penting lagi bagi mereka. Semua ini terjadi karena kita terlalu terlena dengan dunia maya kita tanpa melihat dunia nyata kita itu kaya akan budaya yang harus dikembangkan dan dilestarikan. Tetapi seorang sosok yang akrab dipanggil Pak Tomo ini tidak lelah untuk mengupayakan kelestarian kesnian bangsa kita khususnya kesenian Jawa Karawitan.
Lagu-lagu Jawa untuk Karawitan ini kalau diresapi akan membuat hati tenang dan semua lagu-lagunya penuh dengan pembelajaran. “kui opo kui e kembang mlati, sek tak pujo-pujo ojo do korupsi, marga yen korupsi negarane ngrugi, piye ta kang kui yo ngono-ngono kui” penggalan lagu ciptaan Kanjeng Kyai Wasito, yang memberi pembelajaran yang sangat jelas supaya para pejabat tinggi tidak melakukan korupsi karena itu sangat merugikan Negara. Pak Tomo menyangkan bahwa para oknum-oknum atas ini sudah tidak mau lagi mempelajari kesenian maka timbulah berbagai kasus Korupsi yang dilakukan oleh Pejabat-Pejabat tinggi Negara yang menghalalkan uang-uang yang harusnya jadi hak rakyat taetapi mereka gunakan untuk keuntungan sendiri.
Faktor yang mempengaruhi lemahnya pengetahuan anak muda saat ini mengenai hal-hal yang berbau kebudayaan daerah karena maraknya smartphone dan internet dimana-mana yang mempengaruhi kegitan anak muda jaman sekrang hanya menghabiskan waktu mereka dengan dunia maya didalam gadget mereka masing-masing. Pak Tomo mengatakan bahwa ada berbagai sisi yang mengajarkan untuk tidak mendekat pada Gamelan karena itu adalah musyrik, hal ini lah yang sangat salah kaprah yang dilakukan oleh orang-orang yang bisaa dibilang tidak menghargai kebuyaan bangsa sendiri.
Maslah latihan pun waktu menjadi kendala karena kesibukan Pak Tomo sendiri yang sehari-harinya berkerja salah satu stasiun Radio milik Pemerintah di Yogyakrta sebagai pengembang seni. Waktu yang tidak pasti inilah yang menjadi kendala untuk latihan setiap minggunya, waktu latihan menunggu liburnya Pak Tomo dari pekerjaan harian Beliau. Tetapi itu tidak menyurutkan orang-orang berjiwa seni ini untuk tetap latihan walaupun hujan pun tetap mereka terjang terbukti dari saat saya kesana ingin melihat langsung ke sanggar waktu itu hujan deras sedang turun tapi saya melihat antusias orang-orang yang bisa dikatakan sepuh ini sangatlah besar, ini yang membuat saya lebih kagum lagi dengan mereka semua.
Saat semua anak muda asyik dengan dunianya sendiri bahkan hujanpun mereka memilih untuk berdiam di rumah dengan kesibukan yang menurut saya tidaklah terlalu penting karena mereka pasti hanya asyik dengan gadget masing-masing. Tetapi saya disini melihat orang-orang yang dikatan sepuh ini mereka mempunyai semangat yang melebihi anak muda untuk belajar dan mendalami kesenian daerah sendiri tanpa adanya pakmsaan dari oranglain, bahkan ini mereka anggap sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan dan dijalankan.
Menurut Pak Tomo sanggar yang beliau dirikan sejak 1985 ini, dulunya pada masa Presiden Bapak Soeharto beliau dan orang-orang sanggar sering diundang untuk melantunkan Karawitan ini di Istana Negara hampir setiap tahunnya namun Beliau menyangkan untuk Presiden saat ini sudah tidak meneruskan kalender Karawitan di Istana Negara sehingga Beliau dan orang-orang sanggarnya sudah tidak diminta melantunkan musik Karawitan ini di Istana Negara lagi.
Saat ini sanggar Beliau hanya memenuhi undangan untuk Radio saja karena hanya Radio-radio daerah yang menyiarkan musik khas Jawa ini. Dalam melantunkan musik Karawitan ini Pak Tomo dan rekan-rekan berusaha untuk sebaik-baiknya karena “ sekali penyajian waktu penyajian niku pun niku elek saya yakin mburine ora bakal berlanjut, ning ketika kita tampil menyajikan itu sudah nyenengke kaleh sek nimbali sok mburine bakal ditimbali maleh” berikut salah satu kata-kata Beliau yang artinya pada saat pertama penyajian Karawitan ini kita memankian dengan jelek pasti seterusnya tidak akan dipanggil lagi, tetapi saat pertama kita menyajikan Karawitan ini membuat orang yang memanggil merasa senang pasti seterusnya akan berlanjut untuk kemungkinan dipanggil lagi.
Pak Tomo berusaha untuk memberi kesan yang baik bagi para pendengar tenatng Karawitan ini sehingga semuanya dilakukan dengan bersungguh-sungguh sehingga dapat membangkitan semangat pendengar untuk hanya sekedar mau mendengarkan atau untuk belajar lebih jauh lagi tentang Karawitan. Karena lagu-lagu dalam Karawitan ini sangatlah memiliki banyak pembelajaran yang tersampaikan dari beberapa bait lagu, inilah yang disebut dengan kekayaan budaya yang sangat sederhana tapi memiliki banyak arti dibaliknya.
Pak Tomo berharap untuk pemerintah saat ini mau melihat kayanya seni di Indonesia ini khususnya di daerah Jawa yang Beliau tekuni dari dulu dan berusaha untuk Beliau Kembangkan. Beliau berharap Pemerintah sadar dengan hal ini untuk Pemerintah daerah Klaten sendiri agar mau menghargai orang-orang seni lainnya sesepuh-sesepuh Kesenian yang saat ini mulai tergeser dengan Kebuyaan Asing yang masuk dan mempengaruhi orang-orang dan melupakan Kesenian yang sejatinya sangat berguna bagi diri sendiri maupun Negara karena seribu makna dibalik setiap lagu-lagu Jawa pada Karawitan sendiri. Dengan modal yang tidak sediki pra pengembang seni ini beruhasa dengan dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari Pemerintah.
Bisa saya simpulkan bahwa para guru Karawitan dan guru-guru seni yang lainnya adalah seorang Pahlawan Budaya yang mengupayakan kejayaan Kesenian daerahnya masing-masing. Alangkah baiknya kita semua mengjhargai apa yang sudah mereka perbuat dengan mendengarkan dan kalau bisa mempelajari apa yang mereka kembangkan saat ini. Demi terwujudnya cita-cita dan harapan mereka supaya Kesenian yang menjadi Jiwa mereka tetap ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar