Selasa, 13 Februari 2018

Kamis Pahing: Peringatan berdirinya Kraton Ngayogyakarta dan sebagai wujud melestarikan pakaian adat Yogyakarta



Pemerintah Kota Yogyakarta menyiapkan peraturan tentang pakaian dinas adat kota ini yang akan dikenakan seluruh pegawai di lingkungan pemerintah daerah setempat setiap Kamis Pahing, sebutan hari Kamis Pahing merujuk pada penanggalan/kalender Jawa. Tujuan dari penggunaan pakaian adat gaya Yogyakarta setiap 35 hari atau selapan itu adalah melestarikan budaya leluhur termasuk ikut mewarnai keistimewaan Yogyakarta yang sudah ditetapkan melalui Undang-Undang. 

Mengapa Kamis pahing? Karena Kamis pahing adalah weton berdirinya Kraton Yogyakarta, yaitu semenjak perpindahannya dari Pesanggrahan Ambarketawang menuju lokasi Kraton Yogyakarta yang sekarang ini. Merujuk ke Peraturan tentang pakaian adat ini, surjan yang dikenakan tidak boleh bermotif bunga-bunga, karena motif bunga khusus untuk keluarga kraton, demikian juga dengan kainnya, tidak boleh bermotif parang besar, dengan alasan yang sama khusus untuk keluaga Kraton. Pakaian adat yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah pakaian adat gaya Yogyakarta, sehingga seluruh aturan berpakaian diatur sesuai pakem yang berlaku.

Menggunakan pakaian adat pada hari Kamis Pahing ini dimulai sejak Maret 2014. Pemakaian pakaian adat khas Yogyakarta tiap Kamis Pahing, diujukan untuk pegawai pemerintah Kota Yogyakarta serta seluruh pelajar di Kota Yogyakarta. Sehingga kegiatan menggunakan pakaian adat tidak hanaya saat ulang tahun kota Yogyakarta saja melainkan sekarang setiap hari Kamis Pahing. 

Kegiatan ini merupakan wujud nyata agar kita bisa menjaga dan melestarikan budaya, mengingat kita tidak bisa mengelak dari dinamika perubahan zaman. Sehingga, program pelestarian budaya dan segala detailnya, menjadi tantangan tersendiri. Sejauh ini, efektivitas peraturan Pemerintah daerah Kota Yogkarta sebagai dasar pelestarian pakaian adat khas Yogyakarta ini masih berada di tahap-tahap awal pelaksanaan. Memang bisa disaksikan setiap Kamis Pahing, pemandangan di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan di kota "lebih meriah" dengan suasana yang sangat jadul.

Senin, 12 Februari 2018

Wedhang Uwuh Khas Imogiri Jogjakarta


Berkunjung ke daerah selatan Jogja, tepatnya di daerah Imogiri bantul terdapat tempat wisata religi yaitu Makam Raja-raja. Imogiri terkenal dengan minuman kesehtan yang khas banget loh, jika kalian berkunjung ke kawasan wisata ini pasti menemukan banyak sekali warung ataupun angkringan yang menawarkan minuman khas daerah imogiri yang namanya wedhang uwuh. Wedhang uwuh sendiri berarti minuman sampah, eits tapi bukan sampah beneran loh, karena jika belum diseduh tampilannya mirip seperti sampah dedauan kering dan ketika sudah diseduhpun terlihat ramai digelas seperti tumpukan sampah.

Wedhang uwuh terdiri dari jahe, daun cengkeh, kayu manis, daun pala, serutan kayu secang, ditambah dengan gula batu. Minuman ini biasanya dijual untuk oleh-oleh jika kita berkunjung ke kawasan Makam Raja. Dengan harga seribu sampai 10ribu rupiah kita bisa membawa bungkusan wedhang uwuh untuk bisa kita nikmati dirumah atau diberikan kepada orang-orang terdekat. Akan tetapi jika kalian ingin menikmatinya langsung disan bisa kita jumpai disetiap angkringan disana pasti menyidiakan minuman khas imogiri ini tentunya dengan harga yang sangat terjangkau.

Wedhang uwuh merupakan sebuah minuman asli Jogja yang sudah dikenal sejak lama. Bahkan menurut cerita yang berkembang, jenis minuman yang satu ini merupakan minuman para prajurit Kerajaan Mataram. Selain menghangatkan badan, wedang berwarna merah ini ditengarai memiliki beragam manfaat yang baik untuk tubuh. Tengok saja dari beragam komposisinya, ada jahe, kayu secang, kayu manis, cengkeh, pala, akar dan daun sereh dan kapulogo. Beragam rasa dan aroma rempah khas nusantara ini berpadu dengan manisnya gula batu.

Unik!! Itulah kiranya hal yang cocok menggambarkan rasa minuman yang satu ini. Bayangkan saja hangatnya jahe, bercampur dengan harumnya kayu manis dan cengkeh, masih ditambah dengan beragam citarasa khas rempah lainnya yang dibalut dengan manis legitnya gula batu. Meski penampilannya cenderung ramai, namun soal rasa dan manfaat, tak usah ditanyakan lagi

SKATEN: Perpaduan antara Kebudayaan dan Kearifan Lokal yang tetep Bertahan





Menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 bulan Mulud dalam kalender Jawa, Jogja tak pernah ketinggalan untuk menggelar tradisi uniknya. Ya, inilah perayaan Sekaten, sebuah acara tahunan yang sudah dilangsungkan sejak masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono I sebagai warisan budaya Islam di Nusantara, khususnya Jawa. Tak cuma mempertontonkan ritual yang sakral dan semarak, Sekaten juga menyuguhkan meriahnya hiburan rakyat yang mampu menjadi magnet bagi warga lokal maupun wisatawan.Sekaten dianggap sebagai salah satu tradisi warisan budaya Islam di Jawa karena hal ini memang tidak terlepas dari sejarah munculnya Sekaten itu sendiri. ‘Sekaten’ berasal dari kata ‘syahadatain’ yang berarti ‘dua kalimat syahadat’. Adanya simplifikasi pengucapan membuat kita mengenal istilah Sekaten yang sekarang.



Perayaan Sekaten ini memang digelar dengan tujuan untuk melakukan syiar Islam kepada masyarakat yang kala itu masih lekat dengan ajaran Hindu. Mulanya, Raden Patah yang memimpin Kerajaan Demak berupaya mengajak rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Atas usulan Sunan Kalijaga, diadakanlah pagelaran gamelan setiap menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW untuk menarik perhatian masyarakat.
Tradisi ini pun terus dilestarikan hingga zaman Kerajaan Mataram. Seiring perkembangan zaman, tujuannya pun bergeser. Di samping syukuran untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, acara ini juga digelar untuk kepentingan politik kerajaan hingga ekonomi di mana rakyat diperbolehkan berdagang sembari mendengarkan tabuhan gamelan. Makanya, kini Sekaten nggak bisa terlepas dari pasar malamnya yang semarak.
Kurang lebih sebulan sebelum acara puncak Sekatenan digelar, alun-alun utara keraton Yogyakarta yang biasanya lengang disulap menjadi arena yang dikenal dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS). Dari kejauhan, gemerlap cahaya warna-warni dan riuhnya suasana seakan mengundang kita untuk melupakan penat barang sejenak di lewat hiburan murah yang merakyat.
Mulai dari kuliner, busana, hingga wahana mendebarkan, semuanya tumpah ruah di sini. Stan-stan jajanan ringan hingga makanan berat bisa Anda temukan di setiap sudut. Kalau pengen belanja busana atau sekadar cuci mata, jangan ragu untuk berhenti sejenak di stand pakaian. Bukan cuma yang baru, pakaian bekas impor yang biasa disebut ‘awul-awul’ pun dapat Anda temukan di sini. Siapa tahu, Anda menemukan busana idaman yang bisa ditebus dengan harga sangat miring.
Nah, buat yang hobi memacu adrenalin, Anda juga bisa menjajal berbagai wahana yang disediakan, mulai dari (semacam) bianglala, kora-kora, ombak banyu, sampai rumah hantu. Nggak ketinggalan, ada pula aksi nekat pengendara motor mengitari tong setan. Dijamin, Anda nggak bakal merasa kesepian.


Bukan cuma hiruk-pikuk pasar malamnya saja yang asyik untuk dijelajahi, prosesi Sekaten juga nggak kalah menarik untuk diikuti. Apalagi, acara ini hanya berlangsung setahun sekali. Kalau kebetulan Anda tengah liburan di Jogja saat Sekaten digelar, jangan sampai terlewat untuk menyaksikan sejumlah prosesinya.
Tradisi upacara Sekaten diawali dengan iring-iringan para abdi dalem keraton di malam hari bersama dengan Kyai Kanjeng Sekati. Eit, jangan salah sangka, ini bukan nama orang, melainkan gamelan pusaka keraton yang memiliki dua rancak, yaitu Kyai Kanjeng Nogowilogo dan Kyai Kanjeng Gunturmadu. Gamelan ini diyakini dibuat sendiri oleh Sunan Bonang yang memang ahli dalam ilmu karawitan.

Jadah Tempe Mbah Carik: Kuliner wajib saat berwisata ke Kaliurang Yogyakarta

Berkunjung ke Jogja khususnya daerah utara yaitu Taman Wisata Kaliurang, terletak di kawasan Gunung Merapi, mempunyai makanan khas yang patut untuk dicicipi, ya apalagi kalau bukan jadah tempe, merupakan makan perpaduan jadah dan tempe bacem. Rasanya belum lengkap kalu kita ke Kaliurang tidak membawa buah tangan ini,
Jadah merupakan penganan yang terbuat dari bahan ketan sedangkan tempe terbuat dari kedelai dan dimasak bacem. Perpaduan dua rasa yang jauh berbeda menghasilkan rasa yang unik dan pas di lidah. Rasa jadah yang cenderung gurih dipadu dengan rasa tempe bacem yang manis menciptakan sensasi di lidah dan mebuat rasa nikmat yang luar biasa.
Nah ada satu warung jadah tempe di kawasan Kaliurang ini, yang bisa dibilang melegenda yaitu warung “Jadah Tempe Mbah Carik”. Sejak tahun 1950 Mbah Carik memperkenalkan Jadah tempe ini kedapa masyarakat, Jadah tempe mbah carik sudah sangat melegenda, kuliner kegemaran Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyajikan cita rasaa yang berbeda dan konsisten dengan rasanya sejak dahulu.
Dengan bermodalkan 10 ribu rupiah saja kalian sudah bisa menikmati 10 jadah dan 10 tempe bacem untuk disantap disekitaran kaliurang dengan udara yang sejuk ditemani makanan khas kaliurang ini. Tidak hanya itu jadah tempe ini juga sangat cocok untuk dijadikan oleh-oleh untuk keluarga, ataupun orang terdekat, dengan harga yang sangat terjangkau. Warung jadah tempe mbah carik ini buka setiap harinya dari jam 7 pagi sampai dengan jam 6 sore, letak warung jadah tempe mbah cari ini berda di sisi selatan parkiran mobil area wisata taman wisata Kaliurang. Jadi gimana tertarik untuk mencicipi makanan khas Kaliurang ini? Karena katanya kalau berkunjung ke Kaliurang tanpa mencicipi makanan khas satu ini, kunjunganmu akan kurang berkesan.