Senin, 12 Februari 2018

SKATEN: Perpaduan antara Kebudayaan dan Kearifan Lokal yang tetep Bertahan





Menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 bulan Mulud dalam kalender Jawa, Jogja tak pernah ketinggalan untuk menggelar tradisi uniknya. Ya, inilah perayaan Sekaten, sebuah acara tahunan yang sudah dilangsungkan sejak masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono I sebagai warisan budaya Islam di Nusantara, khususnya Jawa. Tak cuma mempertontonkan ritual yang sakral dan semarak, Sekaten juga menyuguhkan meriahnya hiburan rakyat yang mampu menjadi magnet bagi warga lokal maupun wisatawan.Sekaten dianggap sebagai salah satu tradisi warisan budaya Islam di Jawa karena hal ini memang tidak terlepas dari sejarah munculnya Sekaten itu sendiri. ‘Sekaten’ berasal dari kata ‘syahadatain’ yang berarti ‘dua kalimat syahadat’. Adanya simplifikasi pengucapan membuat kita mengenal istilah Sekaten yang sekarang.



Perayaan Sekaten ini memang digelar dengan tujuan untuk melakukan syiar Islam kepada masyarakat yang kala itu masih lekat dengan ajaran Hindu. Mulanya, Raden Patah yang memimpin Kerajaan Demak berupaya mengajak rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Atas usulan Sunan Kalijaga, diadakanlah pagelaran gamelan setiap menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW untuk menarik perhatian masyarakat.
Tradisi ini pun terus dilestarikan hingga zaman Kerajaan Mataram. Seiring perkembangan zaman, tujuannya pun bergeser. Di samping syukuran untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, acara ini juga digelar untuk kepentingan politik kerajaan hingga ekonomi di mana rakyat diperbolehkan berdagang sembari mendengarkan tabuhan gamelan. Makanya, kini Sekaten nggak bisa terlepas dari pasar malamnya yang semarak.
Kurang lebih sebulan sebelum acara puncak Sekatenan digelar, alun-alun utara keraton Yogyakarta yang biasanya lengang disulap menjadi arena yang dikenal dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS). Dari kejauhan, gemerlap cahaya warna-warni dan riuhnya suasana seakan mengundang kita untuk melupakan penat barang sejenak di lewat hiburan murah yang merakyat.
Mulai dari kuliner, busana, hingga wahana mendebarkan, semuanya tumpah ruah di sini. Stan-stan jajanan ringan hingga makanan berat bisa Anda temukan di setiap sudut. Kalau pengen belanja busana atau sekadar cuci mata, jangan ragu untuk berhenti sejenak di stand pakaian. Bukan cuma yang baru, pakaian bekas impor yang biasa disebut ‘awul-awul’ pun dapat Anda temukan di sini. Siapa tahu, Anda menemukan busana idaman yang bisa ditebus dengan harga sangat miring.
Nah, buat yang hobi memacu adrenalin, Anda juga bisa menjajal berbagai wahana yang disediakan, mulai dari (semacam) bianglala, kora-kora, ombak banyu, sampai rumah hantu. Nggak ketinggalan, ada pula aksi nekat pengendara motor mengitari tong setan. Dijamin, Anda nggak bakal merasa kesepian.


Bukan cuma hiruk-pikuk pasar malamnya saja yang asyik untuk dijelajahi, prosesi Sekaten juga nggak kalah menarik untuk diikuti. Apalagi, acara ini hanya berlangsung setahun sekali. Kalau kebetulan Anda tengah liburan di Jogja saat Sekaten digelar, jangan sampai terlewat untuk menyaksikan sejumlah prosesinya.
Tradisi upacara Sekaten diawali dengan iring-iringan para abdi dalem keraton di malam hari bersama dengan Kyai Kanjeng Sekati. Eit, jangan salah sangka, ini bukan nama orang, melainkan gamelan pusaka keraton yang memiliki dua rancak, yaitu Kyai Kanjeng Nogowilogo dan Kyai Kanjeng Gunturmadu. Gamelan ini diyakini dibuat sendiri oleh Sunan Bonang yang memang ahli dalam ilmu karawitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar