Selasa, 13 Februari 2018

Kamis Pahing: Peringatan berdirinya Kraton Ngayogyakarta dan sebagai wujud melestarikan pakaian adat Yogyakarta



Pemerintah Kota Yogyakarta menyiapkan peraturan tentang pakaian dinas adat kota ini yang akan dikenakan seluruh pegawai di lingkungan pemerintah daerah setempat setiap Kamis Pahing, sebutan hari Kamis Pahing merujuk pada penanggalan/kalender Jawa. Tujuan dari penggunaan pakaian adat gaya Yogyakarta setiap 35 hari atau selapan itu adalah melestarikan budaya leluhur termasuk ikut mewarnai keistimewaan Yogyakarta yang sudah ditetapkan melalui Undang-Undang. 

Mengapa Kamis pahing? Karena Kamis pahing adalah weton berdirinya Kraton Yogyakarta, yaitu semenjak perpindahannya dari Pesanggrahan Ambarketawang menuju lokasi Kraton Yogyakarta yang sekarang ini. Merujuk ke Peraturan tentang pakaian adat ini, surjan yang dikenakan tidak boleh bermotif bunga-bunga, karena motif bunga khusus untuk keluarga kraton, demikian juga dengan kainnya, tidak boleh bermotif parang besar, dengan alasan yang sama khusus untuk keluaga Kraton. Pakaian adat yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah pakaian adat gaya Yogyakarta, sehingga seluruh aturan berpakaian diatur sesuai pakem yang berlaku.

Menggunakan pakaian adat pada hari Kamis Pahing ini dimulai sejak Maret 2014. Pemakaian pakaian adat khas Yogyakarta tiap Kamis Pahing, diujukan untuk pegawai pemerintah Kota Yogyakarta serta seluruh pelajar di Kota Yogyakarta. Sehingga kegiatan menggunakan pakaian adat tidak hanaya saat ulang tahun kota Yogyakarta saja melainkan sekarang setiap hari Kamis Pahing. 

Kegiatan ini merupakan wujud nyata agar kita bisa menjaga dan melestarikan budaya, mengingat kita tidak bisa mengelak dari dinamika perubahan zaman. Sehingga, program pelestarian budaya dan segala detailnya, menjadi tantangan tersendiri. Sejauh ini, efektivitas peraturan Pemerintah daerah Kota Yogkarta sebagai dasar pelestarian pakaian adat khas Yogyakarta ini masih berada di tahap-tahap awal pelaksanaan. Memang bisa disaksikan setiap Kamis Pahing, pemandangan di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan di kota "lebih meriah" dengan suasana yang sangat jadul.

Senin, 12 Februari 2018

Wedhang Uwuh Khas Imogiri Jogjakarta


Berkunjung ke daerah selatan Jogja, tepatnya di daerah Imogiri bantul terdapat tempat wisata religi yaitu Makam Raja-raja. Imogiri terkenal dengan minuman kesehtan yang khas banget loh, jika kalian berkunjung ke kawasan wisata ini pasti menemukan banyak sekali warung ataupun angkringan yang menawarkan minuman khas daerah imogiri yang namanya wedhang uwuh. Wedhang uwuh sendiri berarti minuman sampah, eits tapi bukan sampah beneran loh, karena jika belum diseduh tampilannya mirip seperti sampah dedauan kering dan ketika sudah diseduhpun terlihat ramai digelas seperti tumpukan sampah.

Wedhang uwuh terdiri dari jahe, daun cengkeh, kayu manis, daun pala, serutan kayu secang, ditambah dengan gula batu. Minuman ini biasanya dijual untuk oleh-oleh jika kita berkunjung ke kawasan Makam Raja. Dengan harga seribu sampai 10ribu rupiah kita bisa membawa bungkusan wedhang uwuh untuk bisa kita nikmati dirumah atau diberikan kepada orang-orang terdekat. Akan tetapi jika kalian ingin menikmatinya langsung disan bisa kita jumpai disetiap angkringan disana pasti menyidiakan minuman khas imogiri ini tentunya dengan harga yang sangat terjangkau.

Wedhang uwuh merupakan sebuah minuman asli Jogja yang sudah dikenal sejak lama. Bahkan menurut cerita yang berkembang, jenis minuman yang satu ini merupakan minuman para prajurit Kerajaan Mataram. Selain menghangatkan badan, wedang berwarna merah ini ditengarai memiliki beragam manfaat yang baik untuk tubuh. Tengok saja dari beragam komposisinya, ada jahe, kayu secang, kayu manis, cengkeh, pala, akar dan daun sereh dan kapulogo. Beragam rasa dan aroma rempah khas nusantara ini berpadu dengan manisnya gula batu.

Unik!! Itulah kiranya hal yang cocok menggambarkan rasa minuman yang satu ini. Bayangkan saja hangatnya jahe, bercampur dengan harumnya kayu manis dan cengkeh, masih ditambah dengan beragam citarasa khas rempah lainnya yang dibalut dengan manis legitnya gula batu. Meski penampilannya cenderung ramai, namun soal rasa dan manfaat, tak usah ditanyakan lagi

SKATEN: Perpaduan antara Kebudayaan dan Kearifan Lokal yang tetep Bertahan





Menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 bulan Mulud dalam kalender Jawa, Jogja tak pernah ketinggalan untuk menggelar tradisi uniknya. Ya, inilah perayaan Sekaten, sebuah acara tahunan yang sudah dilangsungkan sejak masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono I sebagai warisan budaya Islam di Nusantara, khususnya Jawa. Tak cuma mempertontonkan ritual yang sakral dan semarak, Sekaten juga menyuguhkan meriahnya hiburan rakyat yang mampu menjadi magnet bagi warga lokal maupun wisatawan.Sekaten dianggap sebagai salah satu tradisi warisan budaya Islam di Jawa karena hal ini memang tidak terlepas dari sejarah munculnya Sekaten itu sendiri. ‘Sekaten’ berasal dari kata ‘syahadatain’ yang berarti ‘dua kalimat syahadat’. Adanya simplifikasi pengucapan membuat kita mengenal istilah Sekaten yang sekarang.



Perayaan Sekaten ini memang digelar dengan tujuan untuk melakukan syiar Islam kepada masyarakat yang kala itu masih lekat dengan ajaran Hindu. Mulanya, Raden Patah yang memimpin Kerajaan Demak berupaya mengajak rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Atas usulan Sunan Kalijaga, diadakanlah pagelaran gamelan setiap menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW untuk menarik perhatian masyarakat.
Tradisi ini pun terus dilestarikan hingga zaman Kerajaan Mataram. Seiring perkembangan zaman, tujuannya pun bergeser. Di samping syukuran untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, acara ini juga digelar untuk kepentingan politik kerajaan hingga ekonomi di mana rakyat diperbolehkan berdagang sembari mendengarkan tabuhan gamelan. Makanya, kini Sekaten nggak bisa terlepas dari pasar malamnya yang semarak.
Kurang lebih sebulan sebelum acara puncak Sekatenan digelar, alun-alun utara keraton Yogyakarta yang biasanya lengang disulap menjadi arena yang dikenal dengan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS). Dari kejauhan, gemerlap cahaya warna-warni dan riuhnya suasana seakan mengundang kita untuk melupakan penat barang sejenak di lewat hiburan murah yang merakyat.
Mulai dari kuliner, busana, hingga wahana mendebarkan, semuanya tumpah ruah di sini. Stan-stan jajanan ringan hingga makanan berat bisa Anda temukan di setiap sudut. Kalau pengen belanja busana atau sekadar cuci mata, jangan ragu untuk berhenti sejenak di stand pakaian. Bukan cuma yang baru, pakaian bekas impor yang biasa disebut ‘awul-awul’ pun dapat Anda temukan di sini. Siapa tahu, Anda menemukan busana idaman yang bisa ditebus dengan harga sangat miring.
Nah, buat yang hobi memacu adrenalin, Anda juga bisa menjajal berbagai wahana yang disediakan, mulai dari (semacam) bianglala, kora-kora, ombak banyu, sampai rumah hantu. Nggak ketinggalan, ada pula aksi nekat pengendara motor mengitari tong setan. Dijamin, Anda nggak bakal merasa kesepian.


Bukan cuma hiruk-pikuk pasar malamnya saja yang asyik untuk dijelajahi, prosesi Sekaten juga nggak kalah menarik untuk diikuti. Apalagi, acara ini hanya berlangsung setahun sekali. Kalau kebetulan Anda tengah liburan di Jogja saat Sekaten digelar, jangan sampai terlewat untuk menyaksikan sejumlah prosesinya.
Tradisi upacara Sekaten diawali dengan iring-iringan para abdi dalem keraton di malam hari bersama dengan Kyai Kanjeng Sekati. Eit, jangan salah sangka, ini bukan nama orang, melainkan gamelan pusaka keraton yang memiliki dua rancak, yaitu Kyai Kanjeng Nogowilogo dan Kyai Kanjeng Gunturmadu. Gamelan ini diyakini dibuat sendiri oleh Sunan Bonang yang memang ahli dalam ilmu karawitan.

Jadah Tempe Mbah Carik: Kuliner wajib saat berwisata ke Kaliurang Yogyakarta

Berkunjung ke Jogja khususnya daerah utara yaitu Taman Wisata Kaliurang, terletak di kawasan Gunung Merapi, mempunyai makanan khas yang patut untuk dicicipi, ya apalagi kalau bukan jadah tempe, merupakan makan perpaduan jadah dan tempe bacem. Rasanya belum lengkap kalu kita ke Kaliurang tidak membawa buah tangan ini,
Jadah merupakan penganan yang terbuat dari bahan ketan sedangkan tempe terbuat dari kedelai dan dimasak bacem. Perpaduan dua rasa yang jauh berbeda menghasilkan rasa yang unik dan pas di lidah. Rasa jadah yang cenderung gurih dipadu dengan rasa tempe bacem yang manis menciptakan sensasi di lidah dan mebuat rasa nikmat yang luar biasa.
Nah ada satu warung jadah tempe di kawasan Kaliurang ini, yang bisa dibilang melegenda yaitu warung “Jadah Tempe Mbah Carik”. Sejak tahun 1950 Mbah Carik memperkenalkan Jadah tempe ini kedapa masyarakat, Jadah tempe mbah carik sudah sangat melegenda, kuliner kegemaran Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyajikan cita rasaa yang berbeda dan konsisten dengan rasanya sejak dahulu.
Dengan bermodalkan 10 ribu rupiah saja kalian sudah bisa menikmati 10 jadah dan 10 tempe bacem untuk disantap disekitaran kaliurang dengan udara yang sejuk ditemani makanan khas kaliurang ini. Tidak hanya itu jadah tempe ini juga sangat cocok untuk dijadikan oleh-oleh untuk keluarga, ataupun orang terdekat, dengan harga yang sangat terjangkau. Warung jadah tempe mbah carik ini buka setiap harinya dari jam 7 pagi sampai dengan jam 6 sore, letak warung jadah tempe mbah cari ini berda di sisi selatan parkiran mobil area wisata taman wisata Kaliurang. Jadi gimana tertarik untuk mencicipi makanan khas Kaliurang ini? Karena katanya kalau berkunjung ke Kaliurang tanpa mencicipi makanan khas satu ini, kunjunganmu akan kurang berkesan.

Sabtu, 20 Januari 2018

KESENIANKU, KEWAJIBANKU


Di suatu hari tanpa sengaja ku mendengar “Ting.. ting.. ting.. ting..” suara alunan musik khas Jawa yang sangat menyejukan hati dan terdengar begitu indah. Tak lama kemudian aku bergegas mencari darimana datangya suara itu, suara itu berasal dari sebuah sanggar musik jawa yang lebih mengejutkan lagi  ada sekitar15 orang dan semua pemain dan penyanyi adalah orang- orang berusia lanjut. Kagum satu kata yang ada dalam benakku untuk mereka, mereka mampu melestarikan kesenian daerah di usia mereka saat ini.
Suara alunan gamelan itu mengalahkan suara derasnya hujan diluar sana, suara dari setiap alat musik itu sangatlah terdengar jelas ditelingaku begitupun suara penyanyi yang melantunkan nyanyian khas jawa. Mereka memainkannya dengan sunguh-sungguh tapi disertai gelat tawa yang mendakan kekeluargaan mereka, ini sangat menarik dimana semua anak muda sibuk dengan dunia maya mereka disini dunia nyata itu lebih indah untuk didalami.
Entah kemana semua anak muda jaman sekarang ini, seolah-olah mereka sudah kehilangan nilai berharga bangsa ini yang harusnya mereka pelajari. Seorang sosok yang sangat inspiratif dan patut untuk diteladani, seoarang yang menurut saya sangatlah mempunyai jasa yang tinggi untuk melstarikan kebudayaannya ditengah semua kesibukan yang ada.
Bapak Tomo Tirtomandiro atau yang sering dipanggil Pak Tomo seorang yang menganggap seni adalah sebuah kewajiban yang harus dilestarikan. Berlatar belakang dari keluarga pecinta seni Beliau memiliki niat yang sangat mulia untuk melestarikan kebudyaan yang saat ini sudah jarang dijamah orang. Dengan membuka sanggar “Karawitan” dari mengajak orang-orang yang sudah pandai memaikan beberapa alat serta mengajak warga sekitar untuk mulai belajar Karawitan bersama.
Karawitan sendiri adalah kesenian musik tradisional Jawa yang mengacu pada permainan musik Gamelan. Kesenian Karawitan ini dikemas dengan alunan instrument dn vokal yang indah sehingga enak untuk didengar dan dinikmati. Kesenian Karawitan merupakan kesenian klasik yang sangat terkenal di masyarakat Jawa dan Indonesia sebagai salah satu warisan seni dan budaya yang kaya akan nilai historis dan filosofis.
Sejak 1985 beliau mulai membuka sanggar Karawitan, dengan berjalannya waktu pasang surut suatu kegiatan itu pasti ada dikarenakan berbagai hambatan dan kesibukan masing-masing. Tetapi itu tidak membuat Pak Tomo jerah dengan niatnya ini untuk melastirikan kesinian ini supaya tidak diakui oleh Negara lain. “Saya harus menjaga kelestarian seni budaya, jangan sampai kesenian kita ini hilang diakui oleh negara lain dengan sewu cara seribu jalan yang kita tempuh kesenian kita tidak punah dan tidak di rebut” itu yang disampaikan oleh Pak Tomo tentang kegigihannya.
Ketertarikan anak muda yang mempelajari kesenian karawitan yang ada di sanggar Pak Tomo pernah ada tetapi mereka cepat merasakan bosan jadi untuk kalangan anak muda mulai pasif lagi. Anusias anak muda di daerah sendiri kalah dengan antusias orang-orang asing yang datang dan melihat. Mereka bahkan ingin mempelajarinya dengan sungguh-sungguh kesinian Karawitan ini.
“Kalau bukan kita-kita trus lalu siapa yang melanjutkan sejarah dari orang tua (melestariakan Budaya)” salah satu petikan kata-kata beliau yang masih saya ingat, benar kata beliau kalau bukan kita siapa lagi iya kalau dari diri sendiri nggak gerak nggak akan ada yang jalan dan semua mimpi hanya jadi mimpi tanpa ada usaha untuk mewujudkannya. Sama saja dengan harapan ingin melestarikan kesenian daerah sendiri tapi tanpa adanya gerakan dari individu masing-masing pati kesenin itu sudah hilang dan mungkin diakui Negara lain.
Orang-orang yang memainkan karawitan ini harus benar-benar mengerti apa isi dalam apa yang dia maninkan, memainkan gamelan tidak boleh dengan asal-asalan. Pak Tomo mengatakan bahwa menabuh gamelan bisa disebut dengan wiyogo atau yang lebih kita kenal dengan yoga, karena ini dilakukan harus dengan hati yang tenang jiwa dan pikiran yang tenang sehingga kita bisa benar-benar serius memainkannya.
Untuk alat-alatnya sendiri Pak Tomo menggunakan satu set Gamelan yang terdiri dari Rebab, Gender, Gambang, Siter, Kendhang, Suling, Bonang, Slenthem, Saron, Ketuk dan Kempyang, Kenong, Kempul, Gong Suwukan, Gong Besar/Ageng, Kemanak, Kecer. Alat-alat tersebut disiapkan dengan modal pribadi dengan semangatnya untuk melesatrikan kesenian ini dengan pamrih hanya untuk mengajak masyarakat sekitar belajar menghargikesenian daerah kita. Memang mulai harapan beliau ini dengan semangat yang luar biasa, semangat yang harusnya dicontoh oleh para pemuda tapi apa daya perubahan jaman sudah sangat mengubah generasi muda saat ini menjadi generasi yang meninggalkan budayanya sendiri dan membanggakan budaya orang lain.
Sungguh miris nasib kesenian dan kebudayaan Indonesia saat ini, semua orang sudah tidak dianggap penting lagi bagi mereka. Semua ini terjadi karena kita terlalu terlena dengan dunia maya kita tanpa melihat dunia nyata kita itu kaya akan budaya yang harus dikembangkan dan dilestarikan. Tetapi seorang sosok yang akrab dipanggil Pak Tomo ini tidak lelah untuk mengupayakan kelestarian kesnian bangsa kita khususnya kesenian Jawa Karawitan.
Lagu-lagu Jawa untuk Karawitan ini kalau diresapi akan membuat hati tenang dan semua lagu-lagunya penuh dengan pembelajaran. “kui opo kui e kembang mlati, sek tak pujo-pujo ojo do korupsi, marga yen korupsi negarane ngrugi, piye ta kang kui yo ngono-ngono kui” penggalan lagu ciptaan Kanjeng Kyai Wasito, yang memberi pembelajaran yang sangat jelas supaya para pejabat tinggi tidak melakukan korupsi karena itu sangat merugikan Negara. Pak Tomo menyangkan bahwa para oknum-oknum atas ini sudah tidak mau lagi mempelajari kesenian maka timbulah berbagai kasus Korupsi yang dilakukan oleh Pejabat-Pejabat tinggi Negara yang menghalalkan uang-uang yang harusnya jadi hak rakyat taetapi mereka gunakan untuk keuntungan sendiri.
Faktor yang mempengaruhi lemahnya pengetahuan anak muda saat ini mengenai hal-hal yang berbau kebudayaan daerah karena maraknya smartphone dan internet dimana-mana yang mempengaruhi kegitan anak muda jaman sekrang hanya menghabiskan waktu mereka dengan dunia maya didalam gadget mereka masing-masing. Pak Tomo mengatakan bahwa ada berbagai sisi yang mengajarkan untuk tidak mendekat pada Gamelan karena itu adalah musyrik, hal ini lah yang sangat salah kaprah yang dilakukan oleh orang-orang yang bisaa dibilang tidak menghargai kebuyaan bangsa sendiri.
Maslah latihan pun waktu menjadi kendala karena kesibukan Pak Tomo sendiri yang sehari-harinya berkerja salah satu stasiun Radio milik Pemerintah di Yogyakrta sebagai pengembang seni. Waktu yang tidak pasti inilah yang menjadi kendala untuk latihan setiap minggunya, waktu latihan menunggu liburnya Pak Tomo dari pekerjaan harian Beliau. Tetapi itu tidak menyurutkan orang-orang berjiwa seni ini untuk tetap latihan walaupun hujan pun tetap mereka terjang terbukti dari saat saya kesana ingin melihat langsung ke sanggar waktu itu hujan deras sedang turun tapi saya melihat antusias orang-orang yang bisa dikatakan sepuh ini sangatlah besar, ini yang membuat saya lebih kagum lagi dengan mereka semua.
Saat semua anak muda asyik dengan dunianya sendiri bahkan hujanpun mereka memilih untuk berdiam di rumah dengan kesibukan yang menurut saya tidaklah terlalu penting karena mereka pasti hanya asyik dengan gadget masing-masing. Tetapi saya disini melihat orang-orang yang dikatan sepuh ini mereka mempunyai semangat yang melebihi anak muda untuk belajar dan mendalami kesenian daerah sendiri tanpa adanya pakmsaan dari oranglain, bahkan ini mereka anggap sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan dan dijalankan.
Menurut Pak Tomo sanggar yang beliau dirikan sejak 1985 ini, dulunya pada masa Presiden Bapak Soeharto beliau dan orang-orang sanggar sering diundang untuk melantunkan Karawitan ini di Istana Negara hampir setiap tahunnya namun Beliau menyangkan untuk Presiden saat ini sudah tidak meneruskan kalender Karawitan di Istana Negara sehingga Beliau dan orang-orang sanggarnya sudah tidak diminta melantunkan musik Karawitan ini di Istana Negara lagi.
Saat ini sanggar Beliau hanya memenuhi undangan untuk Radio saja karena hanya Radio-radio daerah yang menyiarkan musik khas Jawa ini. Dalam melantunkan musik Karawitan ini Pak Tomo dan rekan-rekan berusaha untuk sebaik-baiknya karena “ sekali penyajian waktu penyajian niku pun niku elek saya yakin mburine ora bakal berlanjut, ning ketika kita tampil menyajikan itu sudah nyenengke kaleh sek nimbali sok mburine bakal ditimbali maleh” berikut salah satu kata-kata Beliau yang artinya pada saat pertama penyajian Karawitan ini kita memankian dengan jelek pasti seterusnya tidak akan dipanggil lagi, tetapi saat pertama kita menyajikan Karawitan ini membuat orang yang memanggil merasa senang pasti seterusnya akan berlanjut untuk kemungkinan dipanggil lagi.
Pak Tomo berusaha untuk memberi kesan yang baik bagi para pendengar tenatng Karawitan ini sehingga semuanya dilakukan dengan bersungguh-sungguh sehingga dapat membangkitan semangat pendengar untuk hanya sekedar mau mendengarkan atau untuk belajar lebih jauh lagi tentang Karawitan. Karena lagu-lagu dalam Karawitan ini sangatlah memiliki banyak pembelajaran yang tersampaikan dari beberapa bait lagu, inilah yang disebut dengan kekayaan budaya yang sangat sederhana tapi memiliki banyak arti dibaliknya.
Pak Tomo berharap untuk pemerintah saat ini mau melihat kayanya seni di Indonesia ini khususnya di daerah Jawa yang Beliau tekuni dari dulu dan berusaha untuk Beliau Kembangkan. Beliau berharap Pemerintah sadar dengan hal ini untuk Pemerintah daerah Klaten sendiri agar mau menghargai orang-orang seni lainnya sesepuh-sesepuh Kesenian yang saat ini mulai tergeser dengan Kebuyaan Asing yang masuk dan mempengaruhi orang-orang dan melupakan Kesenian yang sejatinya sangat berguna bagi diri sendiri maupun Negara karena seribu makna dibalik setiap lagu-lagu Jawa pada Karawitan sendiri. Dengan modal yang tidak sediki pra pengembang seni ini beruhasa dengan dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari Pemerintah.
Bisa saya simpulkan bahwa para guru Karawitan dan guru-guru seni yang lainnya adalah seorang Pahlawan Budaya yang mengupayakan kejayaan Kesenian daerahnya masing-masing. Alangkah baiknya kita semua mengjhargai apa yang sudah mereka perbuat dengan mendengarkan dan kalau bisa mempelajari apa yang mereka kembangkan saat ini. Demi terwujudnya cita-cita dan harapan mereka supaya Kesenian yang menjadi Jiwa mereka tetap ada.


REVIEW FILM “WELCOME”

Film "welcome" ini adalah sebuah film garapan mahasiswa Institut Kesenian Jakarta Fakultas Film dan Televisi. Film ini termasuk dalam 20 besar #SyairFilm Festifal yang diselenggaran pada tahun 2014. Film berdurasi 7menit 44 detik ini berceritakan tentang seorang wanita yang terkena virus HIV Aids yang sedang mencari "teman" dalam lingkup virus yang dia derita. Cerita ini berawal saat Lidya bertemu dengan Rizki dan malam berlanjut pada hal yang tak terduga sebelumnya.

Film ini termasuk kedalam jenis film fiksi karna ide ceritanya muncul dari sang pembuatnya, selain itu film ini masuk kedalam genre Mysteri dengan unsur romance. Kenapa mysteri karena film ini mampu membuat orang yang menontonnya tidak akan memduga bahwa film ini kaya akan makna, dan romance karna ada unsur suatu hubungan antara wanita dan pria yang dikemas secara epic. Pada akhirnya kita akan mengerti apa arti dari judul film “welcome” ini adalah penyambutan seorang yang terkena virus HIV Aids kepada korban yang baru saja ditemuinya.

Kelebihan film ini menurut saya terdapat pada ide cerita yang sangat menarik dan mengandung pesan yang dalam walaupun film ini dikemas sangat sederhana. Pergaulan bebas saat ini memang sedang marak - maraknya banyak remaja yang terjangkit virus HIV Aids, pesan dalam film ini adalah untuk tetap berhati - hati pada orang yang baru saja kita temui dan jangan mudah terbawa hawa nafsu belaka tanpa memikirkan akibatnya nanti.

Alasan sayang menyukai film ini karena tentunya dari ide ceritanya, akan tetapi bukan cuma itu saja pengambilan gambar dalam film ini juga sangat diperhatikan setiap detailnya agar di akhir pesan yang disampaikan akan sampai kepada penontonnya serta perpaduan gambar dan soundnya juga sangat mendukung untuk membangun suasana dalam film.

Kamis, 18 Januari 2018

Yukk berwisata ke Watu Kapu Klaten, Seruu Bangettt!!


Watu Kapu ini adalah obyek wisata yang dikelola oleh komunitas warga setempat dan belom tersentuh oleh tangan pemerintah. Komunitas warga inilah yang mengelola semua yanga ada dalam obyek wisata termasuk kebersihan sungai yang menjadi prioritas utama, mereka sering mengadakan kerja bakti untuk membersihkan sungai agara kebersihan suangai sebagai daya tarik utama tempat ini tetap terjaga. Sebelum melakukan kegiatan kita akan di arahkan dulu oleh pemandu yang nantinya akan memandu kita untuk menyusuri sungai Pusur, saat pengarahan pemandu juga selalu memohon maaf apabila nantinya sungai belom terlalu bersih atau masih kotor karena keterbatasan pengelola. Hal ini tentu perlu di apresiasi lebih karena mereka memperhatikan betul kenyamanan pengunjung.
Watu Kapu berada di desa Wangen, Polanharjo, tepatnya di belakang Pabrik Aqua yang ada di Klaten. Obyek wisata ini merupakan obyek wisata yang bisa dibilang baru di kota Klaten karena belum terlalu ramai pengunjung. Warga disini juga selalu mengadakan kegiatan bersih-bersih sungai untuk tetap menjaga kebersihan sungai sebagai hal utama yang ditawarkan dalam obyek wisata ini.
Adanya tempat ini menambah pilihan wisata air yang ada di Klaten dengan sugguhan yang sangat berbeda dibandingkan umbul yang selama ini terkenal di kota ini. Watu Kapu memberikan pengalaman menarik bagi pengunjungnya yaitu kita di ajak untuk menyusuri kurang lebih 1km arus sungai dengan 5 jenis arus jeram yang berbeda-beda dan diakhiri dengan tantangan bagi para peserta fun tubing untuk melompat dari arus air setinggi kurang lebih 7 meter. Tempat ini memiliki selogan untuk tantangan ini adalah “ora lulus nek ora terjun” yang berarti tidak lulus kalo tidak terjun, yang dimaksud terjun ini adalah terjun dari atas aliran sungai kebawah yang tingginya kurang lebih 7 meter, hal ini tentunya akan membuat orang tertarik untuk mencobanya. Cara bermainnya cukup sederhana, dimana kita akan menggunakan life jacket, helm untuk melindungi kepala, dan sepatu khusus yang di sediakan, kemudia duduk diatas sebuah ban yang sudah di desain untuk menyusuri sungai dengan seaman mungkin. Dengan membayar Rp. 45.000 rupiah kita sudah bisa mencoba sensasi menyusuri aliran sungai pusur, setelah puas menyusuri suangai serta sudah disediakan teh hangat oleh warga pengelola tempat wisata ini.